Selasa, 09 Maret 2010

BEJANA Merayakan Hari Perempuan Internasional dengan "Bunga Estafet" (8 Maret 2010)




Untuk merayakan Hari Perempuan Internasional yang ke-100, BEJANA memperingatinya melalui "Aksi Bunga Estafet". Bunga berwarna ungu dipilih sesuai dengan warna ungu yang disepakati sebagai warna perempuan internasional. Memang tidak terlalu banyak bunga yang BEJANA sebar waktu itu; hanya 12 batangdan disebar dengan cara 'estafet' (diteruskan oleh penerima bunga ke perempuan berikutnya yang Ia temui). Pada setiap batang yang dibagikan diberikan note mengenai peringatan Hari Perempuan dan pesan agar memberikan kepada Perempuan berikutnya yang ditemui, lalu mengucapkan, "Selamat Hari Perempuan". Hal ini dimaksudkan untuk saling mengingatkan momen Hari Perempuan itu sendiri karena tidak semua orang mengetahui bahwa hari Perempuan Internasional diperingati pada tanggal 8 Maret 2010 kemarin. Selain itu para Perempuan yang saling bertemu tersebut dapat saling menyapa dan saling membagi senyum. Sapaan dan ucapan selamat ini ternyata kami rasakan dapat memberikan semangat secara personal bagi sahabat-sahabat Perempuan yang BEJANA kenal maupun secara kebetulan bertemu di jalan.




BEJANA dan Sahabat-sahabat BEJANA mempersiapkan bunga estafet sebelum dibagikan
(Karina Sita Dewi, Riany Setyandriani, Dorothea Diba, Eira Prameswari) :




Bunga estafet dibagikan untuk sahabat-sahabat Perempuan di lingkungan FISIP - Universitas Atma Jaya Yogyakarta



BEJANA membagikan kepada Ibu Kristin , salah satu pegawai TU FISIP - UAJY, lalu diteruskan lagi ke sahabat-sahabat Perempuan yang lain



Ibu Ninik Sri Rejeki terkejut dan senang ketika BEJANA masuk ke ruangannya untuk memberikan bunga estafet. Kami saling memberikan selamat dan mendapat ciuman hangat dari beliau



BEJANA membagikan kepada Sahabat Perempuan yang ditemui di jalan




Seorang Ibu yang sedang membeli otak-otak (foto: memakai helem) senang mendapat bunga estafet dan akan memberikan bunga tersebut kepada anak Perempuannya



Sahabat-sahabat Perempuan yang sedang menunggu TRANS Jogja di shelter mendapatkan bunga estafet juga



Shelter TRANS Jogja dipilih karena memungkinkan persebaran bunga estafet dengan rute yang lebih luas



Semoga hal sederhana sebagai cara BEJANA memperingati Hari Perempuan Internasional dapat memberikan efek yang hangat dan melekat untuk mengingatkan kepada Sahabat-sahabat bahwa Perempuan memiliki harinya untuk diperingati dan dirayakan bersama.

Pertanyaan untuk kemudian kita pikirkan bersama adalah; apa sesungguhnya yang kita rayakan - sebagai perempuan?

Senin, 08 Maret 2010

Words of Thoughts: ANAK-ANAK DAN LAGU MEREKA

“Tuhan berikan Aku hidup satu kali lagi
Hanya untuk bersamanya
Ku mencintainya, sungguh mencintainya…”

Lagu The Virgin ini yang menjadi pilihan ABG (anak belum gede) di kampungku untuk dipentasin waktu acara tirakatan 17 Agustus tahun kemarin. Lagu yang lain juga ada. Tak Gendong-nya Mbah Surip dan lagu-lagu perjuangan lainnya. Agak geli mendengarnya karena tidak sesuai tema Hari Kemerdekaan dan juga tidak sepadan dengan umur mereka yang rata-rata masih SD dan baru masuk SMP.

Di hari biasa waktu mereka berkumpul sore sambil bermain, kadang mereka tiba-tiba menyanyikan lagu-lagu orang dewasa lainnya. Hapal betul, lagi. Aku aja sampai kalah (karena kebetulan juga memang tidak tertarik dengan lagu-lagu Indonesia jaman sekarang yang kebanyakan “menyek-menyek”). Ada juga cerita, anaknya temanku yang kelas 2 SD minta dicariin lirik lagu Top Fourty Indonesia sama Mamanya yang kebetulan juga hobi karaoke. Ya, waktu Aku kelas 1 SD (tahun 92 kalau ga salah) pernah juga sih ngumpet-ngumpet dengerin Surat Undangan-nya Poppy Mercury. Tapi tidak semungil tetangga kecilku berumur sekitar 3 tahun yang ikutan nyanyi lagu milik Lenka dari handphone Mamanya. Padahal belum jelas kalau bicara. Lucu sendiri ngeliatnya. Tapi dia senang waktu menyanyikannya.

Ya, semua orang suka menyanyi. Dari anak kecil sampai manula. Dari keponakanku masih janin, Mamanya sudah memperdengarkan musik walau lewat dinding perut besarnya. Waktu sudah lahir juga didengarkan musik, dinyanyikan waktu menjelang tidur. Musik memang bahasa yang universal untuk menyampaikan maksud dan meluapkan perasaan. Musik juga memiliki khasiatnya sendiri seperti lagu-lagu klasik yang bisa merangsang otak anak. Musik juga memiliki sugesti tersendiri bagi setiap personal dari segi lirik dan komposisi musiknya.

Tapi sudah banyak tahun belakangan ini anak-anak kok kehilangan lagu-lagunya, ya? Tidak seperti jaman Agnes Monica masih jadi presenter Tralala-Trilili, acaranya Maisy (yang aku lupa nama acaranya). Jaman itu masih ada Papa T. Bob yang produktif bikin lagu anak-anak. Ada Ibu Kasur juga. Joshua dan teman-teman sepantarannya masih dengan wajah lucu menyanyikan lagu-lagu yang jadi tren anak-anak seusia mereka. Coba bandingkan dengan anak-anak kecil jaman sekarang yang banyak menyanyikan lagu-lagu orang dewasa. Mereka sendiri belum tentu mengerti maksud dari lirik-lirik yang mereka nyanyikan. Jangan saja lirik-lirik lagu dewasa yang mereka konsumsi itu menjadikan mereka melompat pikirannya, katakanlah untuk urusan cinta-cintaan, sebelum matang logika berpikirnya tentang makna lirik tersebut.

Salah satu tetangga kecil kelas 1 SD Aku tanyai tentang pelajaran kesenian-menyanyi di sekolah. Ternyata tetangga kecilku ini memilih menyanyikan lagu orang dewasa rupanya. Salah satu keponakan temanku juga ternyata gemar menyanyikan lagu orang dewasa. Karena yang ditonton di televisi adalah tayangan “Dahsyat”, “Inbox” dan teman-temannya. Belum lagi acara dengan konsep dunia anak-anak (search namanya) mengundang band dewasa sebagai bintang tamu, juga acara lomba nyanyi anak-anak yang justru kebanyakan menyanyikan lagu orang dewasa untuk dilombakan. Kalau pun untuk mengukur kemampuan vokal teman-teman kecil kita itu, boleh jugalah. Tapi kan mereka juga perlu penghayatan lagu melalui ekspresi dan kostum. Cepat dewasa sekali kelihatannya.

Yang Aku pikirkan dari yang aku lihat adalah, bagaimanapun anak-anak ternyata butuh bernyanyi. Lihat saja, walaupun tidak ada lagu anak-anak yang baru pun mereka tetap bernyanyi meski akhirnya harus menyanyikan lagu-lagu orang dewasa seperti sekarang ini. Lagu-lagu anak pun sebenarnya masih ada dan terus diajarkan oleh orang tua dan guru-gurunya. Walaupun semua lagu itu memang sudah lawas dan hanya itu-itu saja yang dinyanyikan. Lihat Kebunku, Cicak-cicak di Dinding, Naik Kereta Api, Kasih Ibu, Desaku dan masih banyak lagi.Lagu-lagu anak tersebut mudah dicerna oleh anak-anak sendiri dari sisi lirik dan juga aransemen musiknya. Yang Aku pikirkan lagi, kemana perginya para pencipta lagu untuk anak-anak ini? Kalaupun ada seperti Ada Band dan Gita Gutawa yang menelurkan sebuah lagu dengan tema ayah yang cukup bagus itu, tapi tetap yang menyanyikan adalah orang dewasa. Kangen juga melihat teman-teman kecil itu memiliki figur favorit dari teman-teman sepantarannya.

Kalau sekarang ini, katakanlah ada produsen musik yang menciptakan pasar musik untuk segmen anak-anak, apakah bisa menggeser pola mereka yang sudah terbiasa dengan konsumsi musik dewasa? Bisakah mereka digeser kembali ke dunia musik yang sepadan dengan usia dan tingkat berpikirnya? Karena mereka sudah terlanjur terkontaminasi. Mungkin butuh ramuan baru untuk mengemas lagu untuk anak-anak yang berbeda dari jaman Tralala-Trilili itu supaya tetap digemari oleh anak-anak sekarang ini.