Senin, 08 Maret 2010

Words of Thoughts: ANAK-ANAK DAN LAGU MEREKA

“Tuhan berikan Aku hidup satu kali lagi
Hanya untuk bersamanya
Ku mencintainya, sungguh mencintainya…”

Lagu The Virgin ini yang menjadi pilihan ABG (anak belum gede) di kampungku untuk dipentasin waktu acara tirakatan 17 Agustus tahun kemarin. Lagu yang lain juga ada. Tak Gendong-nya Mbah Surip dan lagu-lagu perjuangan lainnya. Agak geli mendengarnya karena tidak sesuai tema Hari Kemerdekaan dan juga tidak sepadan dengan umur mereka yang rata-rata masih SD dan baru masuk SMP.

Di hari biasa waktu mereka berkumpul sore sambil bermain, kadang mereka tiba-tiba menyanyikan lagu-lagu orang dewasa lainnya. Hapal betul, lagi. Aku aja sampai kalah (karena kebetulan juga memang tidak tertarik dengan lagu-lagu Indonesia jaman sekarang yang kebanyakan “menyek-menyek”). Ada juga cerita, anaknya temanku yang kelas 2 SD minta dicariin lirik lagu Top Fourty Indonesia sama Mamanya yang kebetulan juga hobi karaoke. Ya, waktu Aku kelas 1 SD (tahun 92 kalau ga salah) pernah juga sih ngumpet-ngumpet dengerin Surat Undangan-nya Poppy Mercury. Tapi tidak semungil tetangga kecilku berumur sekitar 3 tahun yang ikutan nyanyi lagu milik Lenka dari handphone Mamanya. Padahal belum jelas kalau bicara. Lucu sendiri ngeliatnya. Tapi dia senang waktu menyanyikannya.

Ya, semua orang suka menyanyi. Dari anak kecil sampai manula. Dari keponakanku masih janin, Mamanya sudah memperdengarkan musik walau lewat dinding perut besarnya. Waktu sudah lahir juga didengarkan musik, dinyanyikan waktu menjelang tidur. Musik memang bahasa yang universal untuk menyampaikan maksud dan meluapkan perasaan. Musik juga memiliki khasiatnya sendiri seperti lagu-lagu klasik yang bisa merangsang otak anak. Musik juga memiliki sugesti tersendiri bagi setiap personal dari segi lirik dan komposisi musiknya.

Tapi sudah banyak tahun belakangan ini anak-anak kok kehilangan lagu-lagunya, ya? Tidak seperti jaman Agnes Monica masih jadi presenter Tralala-Trilili, acaranya Maisy (yang aku lupa nama acaranya). Jaman itu masih ada Papa T. Bob yang produktif bikin lagu anak-anak. Ada Ibu Kasur juga. Joshua dan teman-teman sepantarannya masih dengan wajah lucu menyanyikan lagu-lagu yang jadi tren anak-anak seusia mereka. Coba bandingkan dengan anak-anak kecil jaman sekarang yang banyak menyanyikan lagu-lagu orang dewasa. Mereka sendiri belum tentu mengerti maksud dari lirik-lirik yang mereka nyanyikan. Jangan saja lirik-lirik lagu dewasa yang mereka konsumsi itu menjadikan mereka melompat pikirannya, katakanlah untuk urusan cinta-cintaan, sebelum matang logika berpikirnya tentang makna lirik tersebut.

Salah satu tetangga kecil kelas 1 SD Aku tanyai tentang pelajaran kesenian-menyanyi di sekolah. Ternyata tetangga kecilku ini memilih menyanyikan lagu orang dewasa rupanya. Salah satu keponakan temanku juga ternyata gemar menyanyikan lagu orang dewasa. Karena yang ditonton di televisi adalah tayangan “Dahsyat”, “Inbox” dan teman-temannya. Belum lagi acara dengan konsep dunia anak-anak (search namanya) mengundang band dewasa sebagai bintang tamu, juga acara lomba nyanyi anak-anak yang justru kebanyakan menyanyikan lagu orang dewasa untuk dilombakan. Kalau pun untuk mengukur kemampuan vokal teman-teman kecil kita itu, boleh jugalah. Tapi kan mereka juga perlu penghayatan lagu melalui ekspresi dan kostum. Cepat dewasa sekali kelihatannya.

Yang Aku pikirkan dari yang aku lihat adalah, bagaimanapun anak-anak ternyata butuh bernyanyi. Lihat saja, walaupun tidak ada lagu anak-anak yang baru pun mereka tetap bernyanyi meski akhirnya harus menyanyikan lagu-lagu orang dewasa seperti sekarang ini. Lagu-lagu anak pun sebenarnya masih ada dan terus diajarkan oleh orang tua dan guru-gurunya. Walaupun semua lagu itu memang sudah lawas dan hanya itu-itu saja yang dinyanyikan. Lihat Kebunku, Cicak-cicak di Dinding, Naik Kereta Api, Kasih Ibu, Desaku dan masih banyak lagi.Lagu-lagu anak tersebut mudah dicerna oleh anak-anak sendiri dari sisi lirik dan juga aransemen musiknya. Yang Aku pikirkan lagi, kemana perginya para pencipta lagu untuk anak-anak ini? Kalaupun ada seperti Ada Band dan Gita Gutawa yang menelurkan sebuah lagu dengan tema ayah yang cukup bagus itu, tapi tetap yang menyanyikan adalah orang dewasa. Kangen juga melihat teman-teman kecil itu memiliki figur favorit dari teman-teman sepantarannya.

Kalau sekarang ini, katakanlah ada produsen musik yang menciptakan pasar musik untuk segmen anak-anak, apakah bisa menggeser pola mereka yang sudah terbiasa dengan konsumsi musik dewasa? Bisakah mereka digeser kembali ke dunia musik yang sepadan dengan usia dan tingkat berpikirnya? Karena mereka sudah terlanjur terkontaminasi. Mungkin butuh ramuan baru untuk mengemas lagu untuk anak-anak yang berbeda dari jaman Tralala-Trilili itu supaya tetap digemari oleh anak-anak sekarang ini.

2 komentar:

  1. masih untung aku ngalamin trio kwek2, maisy, chikita meidy, agnes monica masih kecil, trus kiki sama joshua. masih tau ada jenderal kancilnya adi bing slamet yg kasetnya diwarisin turun temurun dr jamannya mamiku.
    tp kasian ponakan2 aku, udah nggak punya idol yg seumuran lg. kalopun ada nyanyinya pun bukan lagu yg cocok buat usia mereka. kasian, nggak punya kenangan yg membekas waktu kecil ttg musik indonesia.

    BalasHapus
  2. Betul banget, May...
    Aku juga ngerasa beruntung tumbuh bareng lagu anak2 yang selaras sama pertumbuhan masa itu. Cuman, kalo lagu jaman ciptaan Ibu Kasur, Papa T. Bob, Adi Bing Slamet dinyanyiin sekarang ini, ga semuanya bisa match ya... Yah, jaman berkembang dan konten lagu juga perlu menyesuaikan dengan karakter anak jaman sekarang juga. Aku dapet re-tweet dari Diba tentang ide baru untuk menyelamatkan perkembangan anak dari segi dunia musik nih. Semoga jadi satu gebrakan baru dan membawa kembali anak-anak Indonesia ke dunia musik dan bernyanyi sesuai dengan usianya. Berikut ini beritanya Aku copy paste via The Jakarta Post:

    Fadly concerned over lack of children songs
    Mar, 31st 2010 08:26 AM

    Jakarta: Lead vocalist of Padi Band Fadly says the lack of songs produced for children is forcing them to grow up singing lyrics of adult songs, stealing them of their innocence.

    Fadly, at the set of the Charity Concert Coins for Children in Cilandak, South Jakarta, said he missed hearing good quality children songs like the ones he grew up with.

    “On TV, children are singing adult songs. It’s strange listening to them. They’re not suited to fall in love yet but they are singing love songs,” he said as quoted by kapanlagi.com.

    Fadly, who has three children, Abibal, 8, Aidan, 6 and Mima, 3, said something had to change.
    Fadly added he wished to create an album dedicated to children with songs about good values and education.

    Padi released their last album in 2007. Padi’s first two albums bore the respectable influence of the U2 The Joshua Tree-era and unsuspecting fans could easily consider them novelties. The albums went multiplatinum and for a brief moment in the early 2000s, they were the next big thing. — JP

    BalasHapus