Selasa, 11 Mei 2010

Confession of the Grieve

(*)

..I've asked someone to leave. Instead of being relieved, I feel grieved..
----------------

(#)

Long

Sharp shadow

Come

From the dark

And the bass string

Of my guitar

Breaks
----------------
(*)

As Light faded slowly

Shadow swept my tears

The broke of the string left me in silence

Though words of Light whispering still
----------------
(#)

But like love

The words

Are blind!

Who used to look at herself

So long

In the fountain
----------------
(*)

But love - in longing for Light - wasn't blind, said she

For the Light itself shined so bright,
Too bright that it could only be seen by others but she
----------------
(#)

In the night you see

The window tremble with joy

While you slowly embroider

A difficult letters

To say

You love him
----------------
(*)

The Light, Sir...

Put this love of mine on the string

On the string till it breaks...

No I could never come to declare

The Light, Sir, it never belongs to me
________________
________________

Dearest Maids

Like it’s been said
The further you seek, the less should you laid
You searched for a maid
Helped you cope your sanity, yet more games be played
Yelled on things, spelled on affairs
Well maids ain’t machines, there’s a life she bears
Desired for riches
Hunted for treasures
Hopping up the distance
She’s there as an instance
Bet you took her to truth or dare
Did you think she’s just a fare
Salient, aren’t you, took her as a minor
Forgot, haven’t you, how she unrest in your prior
Her hair so lovely
Dark, black and shiny
Beautiful, you thought, while dragging her hair
The more she cried, the more you said she is fair
Amazed by her skin
You touched her from chin
What was next, you knew, then banged her to the wall
The fairy fainted, you smiled, watched her tears fall
She made you tea, bend on her knees
You said a ‘Gee’ as you rubbed her tees
Tried to peek through her door
There she lied on the floor
Nearly died she was,
But freedoms don’t come fast
Lack of ideas on stealing her beauty
You took the iron and swab her slowly
As if the cigars couldn’t do much
You took the fuel and burnt her like branch
No wonder like what’s been said
To hell it has this world turned plaid
We believe there’s more like you
Nasty and cruel just like you do
We believe there’s more like you
So sad, a pity, still lots in mute



.Dorothea Diba.

Sights by Us

"SRENGENGE TENGIL"
Eira Prameswari, 2010
Pencil Color on Paper





"SETAMAN LANGIT"
Eira Prameswari, 2010
Pencil Color on Orange Paper




"UNTITLED"
Eira Prameswari, 2010
Pencil Color on Black Paper




"SPICY CRESCENT"
Eira Prameswari, 2010
Pencil Color on Paper

Sights by Us

"LIFE"
KrisanPutih (Dorothea Diba), Maret 2010
Oil on Canvas





"LIFE - 2"
KrisanPutih (Dorothea Diba), Maret 2010
Oil, Acrylic & Pastel on Canvas





"NDARI"
KrisanPutih (Dorothea Diba), Maret 2010
Oil on Canvas

Selasa, 09 Maret 2010

BEJANA Merayakan Hari Perempuan Internasional dengan "Bunga Estafet" (8 Maret 2010)




Untuk merayakan Hari Perempuan Internasional yang ke-100, BEJANA memperingatinya melalui "Aksi Bunga Estafet". Bunga berwarna ungu dipilih sesuai dengan warna ungu yang disepakati sebagai warna perempuan internasional. Memang tidak terlalu banyak bunga yang BEJANA sebar waktu itu; hanya 12 batangdan disebar dengan cara 'estafet' (diteruskan oleh penerima bunga ke perempuan berikutnya yang Ia temui). Pada setiap batang yang dibagikan diberikan note mengenai peringatan Hari Perempuan dan pesan agar memberikan kepada Perempuan berikutnya yang ditemui, lalu mengucapkan, "Selamat Hari Perempuan". Hal ini dimaksudkan untuk saling mengingatkan momen Hari Perempuan itu sendiri karena tidak semua orang mengetahui bahwa hari Perempuan Internasional diperingati pada tanggal 8 Maret 2010 kemarin. Selain itu para Perempuan yang saling bertemu tersebut dapat saling menyapa dan saling membagi senyum. Sapaan dan ucapan selamat ini ternyata kami rasakan dapat memberikan semangat secara personal bagi sahabat-sahabat Perempuan yang BEJANA kenal maupun secara kebetulan bertemu di jalan.




BEJANA dan Sahabat-sahabat BEJANA mempersiapkan bunga estafet sebelum dibagikan
(Karina Sita Dewi, Riany Setyandriani, Dorothea Diba, Eira Prameswari) :




Bunga estafet dibagikan untuk sahabat-sahabat Perempuan di lingkungan FISIP - Universitas Atma Jaya Yogyakarta



BEJANA membagikan kepada Ibu Kristin , salah satu pegawai TU FISIP - UAJY, lalu diteruskan lagi ke sahabat-sahabat Perempuan yang lain



Ibu Ninik Sri Rejeki terkejut dan senang ketika BEJANA masuk ke ruangannya untuk memberikan bunga estafet. Kami saling memberikan selamat dan mendapat ciuman hangat dari beliau



BEJANA membagikan kepada Sahabat Perempuan yang ditemui di jalan




Seorang Ibu yang sedang membeli otak-otak (foto: memakai helem) senang mendapat bunga estafet dan akan memberikan bunga tersebut kepada anak Perempuannya



Sahabat-sahabat Perempuan yang sedang menunggu TRANS Jogja di shelter mendapatkan bunga estafet juga



Shelter TRANS Jogja dipilih karena memungkinkan persebaran bunga estafet dengan rute yang lebih luas



Semoga hal sederhana sebagai cara BEJANA memperingati Hari Perempuan Internasional dapat memberikan efek yang hangat dan melekat untuk mengingatkan kepada Sahabat-sahabat bahwa Perempuan memiliki harinya untuk diperingati dan dirayakan bersama.

Pertanyaan untuk kemudian kita pikirkan bersama adalah; apa sesungguhnya yang kita rayakan - sebagai perempuan?

Senin, 08 Maret 2010

Words of Thoughts: ANAK-ANAK DAN LAGU MEREKA

“Tuhan berikan Aku hidup satu kali lagi
Hanya untuk bersamanya
Ku mencintainya, sungguh mencintainya…”

Lagu The Virgin ini yang menjadi pilihan ABG (anak belum gede) di kampungku untuk dipentasin waktu acara tirakatan 17 Agustus tahun kemarin. Lagu yang lain juga ada. Tak Gendong-nya Mbah Surip dan lagu-lagu perjuangan lainnya. Agak geli mendengarnya karena tidak sesuai tema Hari Kemerdekaan dan juga tidak sepadan dengan umur mereka yang rata-rata masih SD dan baru masuk SMP.

Di hari biasa waktu mereka berkumpul sore sambil bermain, kadang mereka tiba-tiba menyanyikan lagu-lagu orang dewasa lainnya. Hapal betul, lagi. Aku aja sampai kalah (karena kebetulan juga memang tidak tertarik dengan lagu-lagu Indonesia jaman sekarang yang kebanyakan “menyek-menyek”). Ada juga cerita, anaknya temanku yang kelas 2 SD minta dicariin lirik lagu Top Fourty Indonesia sama Mamanya yang kebetulan juga hobi karaoke. Ya, waktu Aku kelas 1 SD (tahun 92 kalau ga salah) pernah juga sih ngumpet-ngumpet dengerin Surat Undangan-nya Poppy Mercury. Tapi tidak semungil tetangga kecilku berumur sekitar 3 tahun yang ikutan nyanyi lagu milik Lenka dari handphone Mamanya. Padahal belum jelas kalau bicara. Lucu sendiri ngeliatnya. Tapi dia senang waktu menyanyikannya.

Ya, semua orang suka menyanyi. Dari anak kecil sampai manula. Dari keponakanku masih janin, Mamanya sudah memperdengarkan musik walau lewat dinding perut besarnya. Waktu sudah lahir juga didengarkan musik, dinyanyikan waktu menjelang tidur. Musik memang bahasa yang universal untuk menyampaikan maksud dan meluapkan perasaan. Musik juga memiliki khasiatnya sendiri seperti lagu-lagu klasik yang bisa merangsang otak anak. Musik juga memiliki sugesti tersendiri bagi setiap personal dari segi lirik dan komposisi musiknya.

Tapi sudah banyak tahun belakangan ini anak-anak kok kehilangan lagu-lagunya, ya? Tidak seperti jaman Agnes Monica masih jadi presenter Tralala-Trilili, acaranya Maisy (yang aku lupa nama acaranya). Jaman itu masih ada Papa T. Bob yang produktif bikin lagu anak-anak. Ada Ibu Kasur juga. Joshua dan teman-teman sepantarannya masih dengan wajah lucu menyanyikan lagu-lagu yang jadi tren anak-anak seusia mereka. Coba bandingkan dengan anak-anak kecil jaman sekarang yang banyak menyanyikan lagu-lagu orang dewasa. Mereka sendiri belum tentu mengerti maksud dari lirik-lirik yang mereka nyanyikan. Jangan saja lirik-lirik lagu dewasa yang mereka konsumsi itu menjadikan mereka melompat pikirannya, katakanlah untuk urusan cinta-cintaan, sebelum matang logika berpikirnya tentang makna lirik tersebut.

Salah satu tetangga kecil kelas 1 SD Aku tanyai tentang pelajaran kesenian-menyanyi di sekolah. Ternyata tetangga kecilku ini memilih menyanyikan lagu orang dewasa rupanya. Salah satu keponakan temanku juga ternyata gemar menyanyikan lagu orang dewasa. Karena yang ditonton di televisi adalah tayangan “Dahsyat”, “Inbox” dan teman-temannya. Belum lagi acara dengan konsep dunia anak-anak (search namanya) mengundang band dewasa sebagai bintang tamu, juga acara lomba nyanyi anak-anak yang justru kebanyakan menyanyikan lagu orang dewasa untuk dilombakan. Kalau pun untuk mengukur kemampuan vokal teman-teman kecil kita itu, boleh jugalah. Tapi kan mereka juga perlu penghayatan lagu melalui ekspresi dan kostum. Cepat dewasa sekali kelihatannya.

Yang Aku pikirkan dari yang aku lihat adalah, bagaimanapun anak-anak ternyata butuh bernyanyi. Lihat saja, walaupun tidak ada lagu anak-anak yang baru pun mereka tetap bernyanyi meski akhirnya harus menyanyikan lagu-lagu orang dewasa seperti sekarang ini. Lagu-lagu anak pun sebenarnya masih ada dan terus diajarkan oleh orang tua dan guru-gurunya. Walaupun semua lagu itu memang sudah lawas dan hanya itu-itu saja yang dinyanyikan. Lihat Kebunku, Cicak-cicak di Dinding, Naik Kereta Api, Kasih Ibu, Desaku dan masih banyak lagi.Lagu-lagu anak tersebut mudah dicerna oleh anak-anak sendiri dari sisi lirik dan juga aransemen musiknya. Yang Aku pikirkan lagi, kemana perginya para pencipta lagu untuk anak-anak ini? Kalaupun ada seperti Ada Band dan Gita Gutawa yang menelurkan sebuah lagu dengan tema ayah yang cukup bagus itu, tapi tetap yang menyanyikan adalah orang dewasa. Kangen juga melihat teman-teman kecil itu memiliki figur favorit dari teman-teman sepantarannya.

Kalau sekarang ini, katakanlah ada produsen musik yang menciptakan pasar musik untuk segmen anak-anak, apakah bisa menggeser pola mereka yang sudah terbiasa dengan konsumsi musik dewasa? Bisakah mereka digeser kembali ke dunia musik yang sepadan dengan usia dan tingkat berpikirnya? Karena mereka sudah terlanjur terkontaminasi. Mungkin butuh ramuan baru untuk mengemas lagu untuk anak-anak yang berbeda dari jaman Tralala-Trilili itu supaya tetap digemari oleh anak-anak sekarang ini.

Sabtu, 06 Maret 2010

Words of Thoughts - KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Suatu waktu Saya membaca buku kecil berjudul "Cuplikan Sejarah Gerakan Perempuan & Catatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional"* - sampai saat ini Saya ingat betul bagaimana Saya berhenti sejenak setelah membaca salah satu halamannya; kemudian membacanya ulang lalu berhenti dan terdiam lagi untuk yang kedua kalinya. Di sini Saya kutip isi halaman tersebut.

Tabel 2. Tabulasi KTP** dari 2 koran lokal*** 2005-2007




Hal pertama yang mengejutkan Saya adalah angka. Sungguh - silahkan sebut Saya naif atau buta - tak pernah Saya bayangkan angka-angka sebesar ini sebagai jumlah perilaku kekerasan terhadap perempuan, padahal ini baru di satu daerah saja tanpa mengabaikan bahwa angka-angka tersebut juga hanya untuk rentang waktu tertentu. Hal kedua adalah kolom "Jenis Kasus"; kelima belas jenis kasus yang tertera disitu membuka mata Saya akan apa yang (mungkin, sedang atau telah) terjadi di sekitar Saya - dan kita semua.

Ada beberapa pertanyaan dalam benak saat Saya mencermati tabel tersebut:
1. Apa batasan untuk kata 'Pencabulan'? Apakah siulan atau ujaran berupa "Hai Cewek...", atau "Satu, Dua, Satu, Dua" (yang sering diucapkan dengan nada iseng mengikuti gerakan tubuh satu perempuan yang sedang berjalan) termasuk di dalamnya? Apa tepatnya yang dimaksud dengan kata 'Pencabulan' ini - apa-apa yang termasuk di dalamnya?
2. Untuk 'KDRT'**** - apakah pembentakan dan pemaksaan hubungan seksual termasuk di dalamnya?
3. Lalu bagaimana dengan 'Bunuh Diri' (juga untuk jenis Percobaan Bunuh Diri)? Apakah alasan atau sebab tindak bunuh diri yang dikategorikan sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan (karena jelas-jelas si perempuan-lah yang mengakhiri nyawanya sendiri)?. Misalnya, ketika seseorang (perempuan) memutuskan untuk menghabisinya nyawanya karena tidak tahan akan perlakuan pasangan? Jika kemudian hal-hal seperti ini terungkap saat penyidikan (oleh pihak Kepolisian) - apakah orang yang menyebabkan perempuan tersebut tertekan hingga (mencoba) bunuh diri akan tetap diadili?
4. Untuk jenis 'Pelecehan Seksual' - apakah ini memang dikategorikan secara terpisah atau mencakup pelecehan seksual yang juga terjadi dalam rumah tangga?
5. Apa sebenarnya maksud dari jenis 'Tidak Senang' dan apa-apa saja yang menjadi contoh kasus 'Lain-lain'?


Pertanyaan-pertanyaan ini membawa Saya pada; apa yang dapat Saya lakukan? Banyak. Banyak sekali, sesungguhnya - tetapi Saya memilih untuk mencoba mengerti terlebih dahulu. Mengerti apa yang sebenarnya terjadi di sekitar Saya - mulai dari diri Saya sendiri sebagai perempuan. Apakah Saya sendiri (sadar atau tidak) pernah melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan (terutama yang bersifat kekerasan psikis)? Lalu beranjak pada orang-orang yang dekat dengan Saya secara pribadi - apakah pernah mengalaminya? Apa yang bisa Saya lakukan untuk membantu memperbaiki keadaan - bila diperlukan? Apakah Saya perlu menyuarakannya? Pada siapa? Pada masyarakat luas? Untuk apa? Apakah untuk sesuatu yang sering diucapkan sebagai 'peningkatan kesadaran'? Kesadaran akan apa tepatnya?

Bagi Saya sendiri, terlalu banyak pertanyaan yang ada dalam benak Saya - lebih karena ketidakmengertian. Saya bisa saja - sebagaimana yang mungkin banyak orang lain lakukan - membaca atau mengikuti berita-berita yang berkaitan dengan masalah ini - dan membicarakannya. Apakah hanya akan berhenti di pembicaraan saja - sebagaimana yang terjadi pada pertanyaan-pertanyaan Saya selama ini? Saya bisa saja berangan-angan untuk turun ke lapangan - ikut serta dalam program-program lembaga tertentu sebagai volunteer atau bermimpi mengumpulkan teman-teman, mengadakan satu event dengan mengangkat issue ini atau menyampaikannya dalam bentuk karya (sebagaimana yang mungkin dilakukan oleh orang lain; berupa film, foto, dsb). Tetapi terlalu besar impian itu bagi Saya, terlalu jauh. Keprihatinan Saya - sebagaimana diri Saya sendiri - masihlah berupa bayi atau bahkan janin dalam hal ini.

Kembali pada tabel yang Saya kutip di atas, Saya bertanya-tanya lagi; itu yang terjadi di salah satu provinsi dari sekian banyak provinsi di negara ini - bagaimana dengan daerah lain? Dan kalaulah tabel tadi - lepas dari isi buku yang Saya baca tersebut secara keseluruhan - bisa dikatakan merupakan potret, bagaimana penyelesaian masalah ini? Apa yang dapat mengurangi angka-angka tersebut (tanpa berani bermimpi bahwa angka-angka itu dapat berubah menjadi 'nol' pada suatu ketika)? Undang-Undangkah? Berikut Saya kutip masih dari buku yang sama.

"... ... ... banyaknya kasus yang tidak dibuka ke publik, ataupun dibawa ke hukum. Sebagian kasus diselesaikan menurut hukum adat yang cenderung mengabaikan korban serta keterlibatan perempuan, bahkan mengabaikan substansi kasus-kasus tersebut."

Dibawah ini Saya kutip mengenai 'hukum' dari Ensiklopedia Feminisme (Maggie Humm:2002);

"Diane Polan menyatakan bahwa struktur hukum secara keseluruhan - organisasi hirarkisnya, format sebaliknya, dan bias yang mendasarinya demi rasionalitas, pada dasarnya adalah patriarkhis (Polan 1982)."

Disahkannya Undang-Undang yang merupakan salah satu usaha perlindungan perempuan; berhasilkah? Berkurangkah tindak kekerasan terhadap perempuan di Indonesia ini? Seberapa besar pengaruh Undang-Undang tersebut atas kekerasan terhadap perempuan? Apakah Undang-Undang itu berjalan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya?

Lalu bagaimana dengan adat-istiadat? Banyak dari kita yang masih berpegang kuat dengan norma adat - misalnya, malu atau takut membuka pada keluarga besar tentang kekerasan yang dialami dalam keluarga inti - atau bahkan berani membicarakannya pada Saudara atau keluarga diluar keluarga inti namun tidak ada yang bisa dilakukan; sebut saja karena hal-hal demikian disebut 'aib'.

Apa yang dapat kita lakukan dari diri kita sendiri? Hal kecil apa yang dapat mulai kita perhatikan atau perjuangkan bila Kekerasan Terhadap Perempuan terjadi di sekitar kita?


* Buku pertama dari empat seri Buku Kecil yang dikeluarkan oleh PESADA (Perkumpulan Sada Ahmo - salah satu LSM yang bergerak di bidang perempuan di Sumatera Utara) sebagai pegangan internal lembaga tersebut - Tabel diambil dari hal.44
** Kekerasan Terhadap Perempuan
*** Koran lokal provinsi Sumatera Utara - tidak disebutkan harian apa tepatnya
****Kekerasan Dalam Rumah Tangga





*Picture drawn by: KrisanPutih (Dorothea Diba), 2010
"Violence Against Women"
Pencil & pastel on Paper





(cover buku "Cuplikan Sejarah Gerakan Perempuan & Catatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional")