Sabtu, 06 Maret 2010

Words of Thoughts - KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Suatu waktu Saya membaca buku kecil berjudul "Cuplikan Sejarah Gerakan Perempuan & Catatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional"* - sampai saat ini Saya ingat betul bagaimana Saya berhenti sejenak setelah membaca salah satu halamannya; kemudian membacanya ulang lalu berhenti dan terdiam lagi untuk yang kedua kalinya. Di sini Saya kutip isi halaman tersebut.

Tabel 2. Tabulasi KTP** dari 2 koran lokal*** 2005-2007




Hal pertama yang mengejutkan Saya adalah angka. Sungguh - silahkan sebut Saya naif atau buta - tak pernah Saya bayangkan angka-angka sebesar ini sebagai jumlah perilaku kekerasan terhadap perempuan, padahal ini baru di satu daerah saja tanpa mengabaikan bahwa angka-angka tersebut juga hanya untuk rentang waktu tertentu. Hal kedua adalah kolom "Jenis Kasus"; kelima belas jenis kasus yang tertera disitu membuka mata Saya akan apa yang (mungkin, sedang atau telah) terjadi di sekitar Saya - dan kita semua.

Ada beberapa pertanyaan dalam benak saat Saya mencermati tabel tersebut:
1. Apa batasan untuk kata 'Pencabulan'? Apakah siulan atau ujaran berupa "Hai Cewek...", atau "Satu, Dua, Satu, Dua" (yang sering diucapkan dengan nada iseng mengikuti gerakan tubuh satu perempuan yang sedang berjalan) termasuk di dalamnya? Apa tepatnya yang dimaksud dengan kata 'Pencabulan' ini - apa-apa yang termasuk di dalamnya?
2. Untuk 'KDRT'**** - apakah pembentakan dan pemaksaan hubungan seksual termasuk di dalamnya?
3. Lalu bagaimana dengan 'Bunuh Diri' (juga untuk jenis Percobaan Bunuh Diri)? Apakah alasan atau sebab tindak bunuh diri yang dikategorikan sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan (karena jelas-jelas si perempuan-lah yang mengakhiri nyawanya sendiri)?. Misalnya, ketika seseorang (perempuan) memutuskan untuk menghabisinya nyawanya karena tidak tahan akan perlakuan pasangan? Jika kemudian hal-hal seperti ini terungkap saat penyidikan (oleh pihak Kepolisian) - apakah orang yang menyebabkan perempuan tersebut tertekan hingga (mencoba) bunuh diri akan tetap diadili?
4. Untuk jenis 'Pelecehan Seksual' - apakah ini memang dikategorikan secara terpisah atau mencakup pelecehan seksual yang juga terjadi dalam rumah tangga?
5. Apa sebenarnya maksud dari jenis 'Tidak Senang' dan apa-apa saja yang menjadi contoh kasus 'Lain-lain'?


Pertanyaan-pertanyaan ini membawa Saya pada; apa yang dapat Saya lakukan? Banyak. Banyak sekali, sesungguhnya - tetapi Saya memilih untuk mencoba mengerti terlebih dahulu. Mengerti apa yang sebenarnya terjadi di sekitar Saya - mulai dari diri Saya sendiri sebagai perempuan. Apakah Saya sendiri (sadar atau tidak) pernah melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan (terutama yang bersifat kekerasan psikis)? Lalu beranjak pada orang-orang yang dekat dengan Saya secara pribadi - apakah pernah mengalaminya? Apa yang bisa Saya lakukan untuk membantu memperbaiki keadaan - bila diperlukan? Apakah Saya perlu menyuarakannya? Pada siapa? Pada masyarakat luas? Untuk apa? Apakah untuk sesuatu yang sering diucapkan sebagai 'peningkatan kesadaran'? Kesadaran akan apa tepatnya?

Bagi Saya sendiri, terlalu banyak pertanyaan yang ada dalam benak Saya - lebih karena ketidakmengertian. Saya bisa saja - sebagaimana yang mungkin banyak orang lain lakukan - membaca atau mengikuti berita-berita yang berkaitan dengan masalah ini - dan membicarakannya. Apakah hanya akan berhenti di pembicaraan saja - sebagaimana yang terjadi pada pertanyaan-pertanyaan Saya selama ini? Saya bisa saja berangan-angan untuk turun ke lapangan - ikut serta dalam program-program lembaga tertentu sebagai volunteer atau bermimpi mengumpulkan teman-teman, mengadakan satu event dengan mengangkat issue ini atau menyampaikannya dalam bentuk karya (sebagaimana yang mungkin dilakukan oleh orang lain; berupa film, foto, dsb). Tetapi terlalu besar impian itu bagi Saya, terlalu jauh. Keprihatinan Saya - sebagaimana diri Saya sendiri - masihlah berupa bayi atau bahkan janin dalam hal ini.

Kembali pada tabel yang Saya kutip di atas, Saya bertanya-tanya lagi; itu yang terjadi di salah satu provinsi dari sekian banyak provinsi di negara ini - bagaimana dengan daerah lain? Dan kalaulah tabel tadi - lepas dari isi buku yang Saya baca tersebut secara keseluruhan - bisa dikatakan merupakan potret, bagaimana penyelesaian masalah ini? Apa yang dapat mengurangi angka-angka tersebut (tanpa berani bermimpi bahwa angka-angka itu dapat berubah menjadi 'nol' pada suatu ketika)? Undang-Undangkah? Berikut Saya kutip masih dari buku yang sama.

"... ... ... banyaknya kasus yang tidak dibuka ke publik, ataupun dibawa ke hukum. Sebagian kasus diselesaikan menurut hukum adat yang cenderung mengabaikan korban serta keterlibatan perempuan, bahkan mengabaikan substansi kasus-kasus tersebut."

Dibawah ini Saya kutip mengenai 'hukum' dari Ensiklopedia Feminisme (Maggie Humm:2002);

"Diane Polan menyatakan bahwa struktur hukum secara keseluruhan - organisasi hirarkisnya, format sebaliknya, dan bias yang mendasarinya demi rasionalitas, pada dasarnya adalah patriarkhis (Polan 1982)."

Disahkannya Undang-Undang yang merupakan salah satu usaha perlindungan perempuan; berhasilkah? Berkurangkah tindak kekerasan terhadap perempuan di Indonesia ini? Seberapa besar pengaruh Undang-Undang tersebut atas kekerasan terhadap perempuan? Apakah Undang-Undang itu berjalan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya?

Lalu bagaimana dengan adat-istiadat? Banyak dari kita yang masih berpegang kuat dengan norma adat - misalnya, malu atau takut membuka pada keluarga besar tentang kekerasan yang dialami dalam keluarga inti - atau bahkan berani membicarakannya pada Saudara atau keluarga diluar keluarga inti namun tidak ada yang bisa dilakukan; sebut saja karena hal-hal demikian disebut 'aib'.

Apa yang dapat kita lakukan dari diri kita sendiri? Hal kecil apa yang dapat mulai kita perhatikan atau perjuangkan bila Kekerasan Terhadap Perempuan terjadi di sekitar kita?


* Buku pertama dari empat seri Buku Kecil yang dikeluarkan oleh PESADA (Perkumpulan Sada Ahmo - salah satu LSM yang bergerak di bidang perempuan di Sumatera Utara) sebagai pegangan internal lembaga tersebut - Tabel diambil dari hal.44
** Kekerasan Terhadap Perempuan
*** Koran lokal provinsi Sumatera Utara - tidak disebutkan harian apa tepatnya
****Kekerasan Dalam Rumah Tangga





*Picture drawn by: KrisanPutih (Dorothea Diba), 2010
"Violence Against Women"
Pencil & pastel on Paper





(cover buku "Cuplikan Sejarah Gerakan Perempuan & Catatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional")

1 komentar:

  1. Di UU PKDRT, membentak masuk ke kekerasan psikis, sementara pemaksaan hubungan seksual bisa masuk ke Fisik dan psikis ('Marital rape' belum dikenal atau tidak diterima dalam UU kita).Pertanyaan nomor 1 (pencabulan) dan perasan tidak senang (no.5) adalah istilah di Hukum Pidana. Pencabulan atau cabul digunakan untuk korban anak, tidak senang kriminal biasa, tidak masuk PKDRT. Pelecehan di manapun dilakukan, adalah juga tindak pidana. Suami mungkin saja melakukan ke isteri, ke anak perempuan, ke pekerja rt, dll. Pelecehan adalah semua tindakan, perilaku, perkataan, signal apapun yang ditujukan kepada lawan jenis dalam konteks seksual dan tidak diinginkan, membuat rasa tidak nyaman dsb...

    BalasHapus